Pemenuhan Hak Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan merupakan hal yang terpenting dan utama dalam kehidupan kita. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan, dimana dalam hal ini telah tercantum dalam pasal 31 UUD 1945. Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang dapat menghalangi kita untuk menempuh pendidikan yang setinggi-tingginya. Banyak pendapat dari para ahli filsafat, tentang arti dari pendidikan itu. Tetapi secara garis besar pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan yang kita terima tidak hanya pendidikan formal saja, tetapi juga pendidikan in-formal, dan pendidikan non-formal.Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang paling mendasar menempati posisi yang sangat strategis dalam pengembangan sumber daya manusia. Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum pendidikan dasar. Tidak mengherankan apabila banyak negara menaruh perhatian yang sangat besar terhadap penyelenggaraan pendidikan anak usia dini. Di Indonesia sesuai pasal 28 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan anak usia dini telah ditempatkan sejajar dengan pendidikan lainnya. Bahkan pada puncak acara peringatan Hari Anak Nasional tanggal 23 Juli 2003, Presiden Republik Indonesia telah mencanangkan pelaksanaan pendidikan anak usia dini di seluruh Indonesia demi kepentingan terbaik anak Indonesia.
Masa usia dini merupakan periode emas (golden age)
bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan. Periode ini
adalah tahun-tahun berharga bagi seorang anak untuk mengenali berbagai
macam fakta di lingkungannya sebagai stimulans terhadap perkembangan kepribadian, psikomotor, kognitif
maupun sosialnya. Berdasarkan hasil penelitian, sekitar 50% kapabilitas
kecerdasan orang dewasa telah terjadi ketika anak berumur 4 tahun, 80%
telah terjadi ketika berumur 8 tahun, dan mencapai titik kulminasi
ketika anak berumur sekitar 18 tahun (Direktorat PAUD, 2004).
Hal ini berarti bahwa perkembangan yang terjadi dalam kurun waktu 4
tahun pertama sama besarnya dengan perkembangan yang terjadi pada kurun
waktu 14 tahun berikutnya. Sehingga periode emas ini merupakan periode
kritis bagi anak, dimana perkembangan yang diperoleh pada periode ini
sangat berpengaruh terhadap perkembangan periode berikutnya hingga masa
dewasa. Sementara masa emas ini hanya datang sekali, sehingga apabila
terlewat berarti habislah peluangnya. Untuk itu pendidikan untuk usia
dini dalam bentuk pemberian rangsangan-rangsangan (stimulasi) dari
lingkungan terdekat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan kemampuan
anak.
Pendidikan
anak usia dini tidak sekedar berfungsi untuk memberikan pengalaman
belajar kepada anak, tetapi yang lebih penting berfungsi untuk
mengoptimalkan perkembangan otak. Pendidikan anak usia dini sepatutnya
juga mencakup seluruh proses stimulasi psikososial dan tidak terbatas
pada proses pembelajaran yang terjadi dalam lembaga pendidikan.
Artinya, pendidikan anak usia dini dapat berlangsung dimana saja dan
kapan saja seperti halnya interaksi manusia yang terjadi di dalam
keluarga, teman sebaya, dan dari hubungan kemasyarakatan yang sesuai
dengan kondisi dan perkembangan anak usia dini.
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani
agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut,
yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.
Pendidikan
anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan
yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional
(sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan
keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Di
Indonesia pelaksanaan PAUD masih terkesan ekslusif dan baru menjangkau
sebagian kecil masyarakat. Meskipun berbagai program perawatan dan
pendidikan bagi anak usia dini usia (0-6 tahun) telah dilaksanakan di
Indonesia sejak lama, namun hingga tahun 2000 menunjukkan anak usia 0-6
tahun yang memperoleh layanan perawatan dan pendidikan masih rendah.
Data tahun 2001 menunjukkan bahwa dari sekitar 26,2 jut anak usia 0-6
tahun yang telah memperoleh layanan pendidikan dini melalui berbagai
program baru sekitar 4,5 juta anak (17%). Kontribusi tertinggi melalui
Bina Keluarga Balita (9,5%), Taman Kanak-kanak (6,1%), Raudhatul Atfal
(1,5%). Sedangkan melalui penitipan anak dan kelompok bermain
kontribusinya masing-masing sangat kecil yaitu sekitar 1% dan 0,24%.
Masih
rendahnya layanan pendidikan dan perawatan bagi anak usia dini saat ini
antara lain disebabkan masih terbatasnya jumla lembaga yang memberikan
layanan pendidikan dini jika dibanding dengan jumlah anak usia 0-6
tahun yang seharusnya memperoleh layanan tersebut. Berbagai program
yang ada baik langsung (melalui Bina Keluarga Balita dan Posyandu) yang
telah ditempuh selama ini ternyata belum memberikan layanan secara
utuh, belum bersinergi dan belum terintegrasi pelayanannya antara aspek
pendidikan, kesehatan dan gizi. Padahal ketiga aspek tersebut sangat
menentukan tingkat intelektualitas, kecerdasan dan tumbuh kembang anak.
Ada
empat pertimbangan pokok pentingnya pendidikan anak usia dini, yaitu:
(1) menyiapkan tenaga manusia yang berkualitas, (2) mendorong
percepatan perputaran ekonomi dan rendahnya biaya sosial karena
tingginya produktivitas kerja dan daya tahan, (3) meningkatkan
pemerataan dalam kehidupan masyarakat, (4) menolong para orang tua dan
anak-anak.
Sebagian
besar masyarakat berpendapat bahwa memberikan pendidikan anak usia
dini cukup dilakukan oleh orang dewasa yang tidak memerlukan
pengetahuan tentang PAUD. Selain itu juga mereka menganggap PAUD tidak
memerlukan profesionalisme. Pandangn tersebut adalah keliru.
Jika
PAUD ingin dilakukan di rumah oleh ibu-ibu sendiri, maka ibu-ibu itu
perlu belajar dan menambah pengetahuan tentang proses pembelajaran
anak, misalnya dengan membaca buku, mengikuti ceramah atau seminar
tentang PAUD.
Kenyataannya
semakin banyak ibu-ibu bekerja di luar rumah, oleh karena itu haruslah
orang yang menggantikan peran ibu tersebut memahami proses tumbuh
kembang anak.
Pembelajaran
pada anak usia dini adalah proses pembelajaran yang dilakukan melalui
bermain. Ada lima karakteristik bermain yang esensial dalam hubungan
dengan PAUD (Hughes, 1999), yaitu: meningkatkan motivasi, pilihan bebas
(sendiri tanpa paksaan), non linier, menyenangkan dan pelaku terlibat
secara aktif.
Bila
salah satu kriteria bermain tidak terpenuhi misalnya guru mendominasi
kelas dengan membuatkan contoh dan diberikan kepada anak maka proses
belajar mengajar bukan lagi melalui bermain. Proses belajar mengajar
seperti itu membuat guru tidak sensitif terhadap tingkat kesulitan yang
dialami masing-masing anak.
Ketidaksensitifan
orangtua terhadap kesulitan anak bisa juga terjadi, alasan utama yang
dikemukakan biasanya karena kurangnya waktu karena orangtua bekerja di
luar rumah.
Memahami
perkembangan anak dapat dilakukan melalui interaksi dan
interdependensi antara orangtua dan guru yang terus dilakukan agar
penggalian potensi kecerdasan anak dapat optimal. Interaksi dilakukan
dengan cara guru dan orangtua memahami perkembangan anak dan kemampuan
dasar minimal yang perlu dimiliki anak, yaitu musikal, kinestetik
tubuh, logika matematika, linguistik, spasial, interpersonal dan
intrapersonal, karena pada umumnya semua orang punya tujuh intelegensi
itu, tentu bervariasi tingkat skalanya.
Mengapa
orang tua perlu meningkatkan intelektualitas anak demi mempersiapkan
mereka masuk sekolah? Jawabannya, sekolah saat ini meminta persyaratan
yang cukup tinggi dari kualitas seorang siswa. Masih didapat siswa yang
masuk SD sudah diperkenalkan dengan berbagai macam pelajaran dan ilmu
sejak dini. Anak-anak sudah harus memiliki kreativitas yang tinggi
sejak kecil. Oleh sebab itu, anak-anak yang memiliki intelektualitas
yang tinggi akan lebih mudah menerima dengan baik semua yang diajarkan.
Mereka akan memiliki kepercayaan diri yang tinggi, lebih mudah
beradaptasi, lebih mudah menerima hal-hal yang baru, atau
intelektualitas anak bisa dikembangkan jauh sebelum mereka masuk ke
sekolah. Kondisi seperti itulah yang menempatkan orang tua sebagai guru
pertama dan utama bagi anak-anaknya dalam program pendidikan informal
yang terjadi di lingkungan keluarga.
Pihak-pihak
yang terlibat dalam pengelolaan pendidikan anak usia dini adalah
pemerintah (negara), masyarakat dan keluarga. Keluarga adalah institusi
pertama yang melakukan pendidikan dan pembinaan terhadap anak
(generasi). Disanalah pertama kali dasar?dasar kepribadian anak
dibangun. Anak dibimbing bagaimana ia mengenal Penciptanya agar kelak
ia hanya mengabdi kepada Sang Pencipta Allah SWT. Demikian pula dengan
pengajaran perilaku dan budi pekerti anak yang didapatkan dari sikap
keseharian orangtua ketika bergaul dengan mereka. Bagaimana ia
diajarkan untuk memilih kalimat?kalimat yang baik, sikap sopan santun,
kasih sayang terhadap saudara dan orang lain. Mereka diajarkan untuk
memilih cara yang benar ketika memenuhi kebutuhan hidup dan memilih
barang halal yang akan mereka gunakan. Kesimpulannya, potensi dasar
untuk membentuk generasi berkualitas dipersiapkan oleh keluarga.
Masyarakat
yang menjadi lingkungan anak menjalani aktivitas sosialnya mempunyai
peran yang besar dalam mempengaruhi baik buruknya proses pendidikan,
karena anak satu bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat.
Interaksi dalam lingkungan ini sangat diperlukan dan berpengaruh dalam
pertumbuhan dan perkembangan anak, baik secara fisik maupun biologis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar